Kol bunga itu tumbuh di bedengan tanah berukuran 1 m x 7 m. Sejumlah daun di setiap tanaman membungkus bunga sampai ternaungi. Itu panorama di kebun Andy Utama yang berlokasi di Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengurus kebun, Susilarto, mengatakan penutupan daun bertujuan menghindarkan kol bunga dari pancaran sinar matahari berlebih.
Padahal, tanaman anggota famili Brassicaceae itu tumbuh di dalam greenhouse atau rumah tanam. “Tanaman tetap perlu dinaungi karena sinar matahari sangat terik,” kata Sus, sapaan bersahabat Susilarto.
Jika tidak dinaungi daun kol bunga berwarna ungu dan mulai mekar. Dampaknya harga mampu anjlok atau bahkan pasar menolaknya. Ia menerapkan teknik itu semenjak 2014. Kini beberapa petani di Lembang, Bandung Barat, dan Cipanas, Bogor, mulai menerapkan teknik serupa pada animo panas.
Bumbun umbi
Menurut Susilarto, “Konsumen menghendaki kol bunga berwarna putih bersih dan tidak mekar.” Produk menyerupai itulah yang dihasilkan kebun sayuran milik Andy. Hampir 100% kol bunga dari kebun di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut itu putih bersih dan utuh. Cara menaungi dengan daun itu mudah. Pilih daun di sekitar bunga, lalu satukan menggunakan lidi atau tali sebagai pengikat.
Pembungkusan bunga dengan daun itu lazim dilakukan ketika tanaman berumur 55—60 hari setelah tanam (hst). Saat itu bunga berdiameter 3 cm. Sus memanen bloemkool—sebutan di Belanda—pada 60—70 hst atau rata-rata 10 hari pascabungkus.
Susilarto menuturkan pertumbuhan semua sayuran berupa bunga singkat. Jika telat panen, sayuran bunga akan mekar. “Sayuran bunga paling lambat dipanen dalam waktu 1 pekan,” ujar pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, itu. Saat animo hujan, Susilarto meninggalkan cara itu. Yang terjadi justru sebaliknya, Sus menghindarkan daun menaungi bunga.
Strategi sederhana lain biar kualitas produk maksimal diterapkan pada lobak. Ia membumbun ketika umbi lobak muncul ke permukaan tanah. Itu terjadi ketika tanaman berumur 30—40 hari.
Menurut pria berumur 49 tahun itu Raphanus sativus muncul ke permukaan karena pertumbuhannya mengenai tanah yang keras atau menyentuh air. Jika tidak dibumbun tanah, umbi tanaman asal Tiongkok itu berwarna hijau karena terpapar sinar matahari.
Dampaknya pasar menolak umbi tanaman anggota famili Brassicaceae itu. Konsumen menghendaki lobak berwarna putih dan lurus. Para petani lobak di beberapa pusat kini juga mengadopsi cara serupa.
Beragam sayuran
Agar lahan berproduksi maksimal, Susilarto menanam beragam komoditas di setiap bedeng. “Kami tidak menyisakan tanah kosong di dalam bedeng. Semua lahan terisi tanaman,” kata alumnus The Organization for Industrial, Spiritual, and Cultural Advancement (OISCA), Jepang, itu.
Tidak heran bila bunga kol berdampingan dengan sayuran daun menyerupai bayam, kangkung, dan selada. Susilarto memang menanam minimal 4 sayuran berbeda dalam satu bedeng. Pemilihan komoditas mempertimbangkan jenis tanaman, rupa hasil panen (bunga, umbi, atau daun), tajuk tanaman, dan umur tanaman. Teknik itu mampu menekan kerugian. Jika satu komoditas gagal panen, masih ada sayuran lain yang mampu dijual.
“Penanaman beragam jenis sayuran juga menyiasati ongkos produksi yang tinggi,” kata Andy. Penanaman monokultur atau hanya satu komoditas juga berisiko bila produksi berlebihan. Sayuran mudah rusak sehingga tidak diterima pasar. Menurut dosen di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor, Dr Ir Anas Dinurrohman Susila MS, penanaman beragam sayuran dalam satu bedeng disebut mix cropping.
Cara itu lazim dilakukan petani sayuran. Keuntungan teknik itu antara lain mengurangi hama pada tanaman tertentu. Itulah sebabnya Sus menempatkan selada di tepi bedengan untuk mengurangi serangan belalang dan ulat. Selain itu penggunaan lahan lebih efisien. Anas menuturkan pemeliharaan sayuran dengan mix cropping agak sulit karena setiap tanaman memerlukan jumlah unsur hara tertentu.
Mix cropping juga berpotensi memicu kompetisi hara antartanaman. Oleh karena itu Susilarto sangat memperhatikan media tanam. Ia menyiapkan semua kebutuhan unsur hara tanaman pada permulaan budidaya. Susilarto menggunakan media tanam berupa tanah lahan, arang sekam, tanah adegan atas rumpun bambu, dan kompos dengan perbandingan masing-masing 3:1:1:1.
Eksklusif
Pemilihan tanah teratas (top soil) rumpun bambu karena kandungan humusnya bagus. Susilarto mesti mengayak tanah rumpun bambu itu terlebih dahulu sebelum menggunakannya. Tujuannya menerima tanah bertekstur indah ialah tidak padat dan juga tidak terlalu besar. Tanpa pengayakan kemungkinan besar mendapat tanah yang agak keras. “Struktur tanah menentukan perakaran tanaman,” kata Susilarto.
Jika struktur tanah baik maka pertumbuhan akar optimal karena hanya perlu sedikit energi untuk tumbuh. Namun, bila struktur tanah agak keras, akar bekerja ekstra menembus tanah sehingga pertumbuhan terganggu. Tanah rumpun bambu yang tidak tersaring dikomposkan 1—2 pekan. Setelah itu diayak lagi. Untuk menemukan rumpun bambu relatif mudah karena tumbuh alami di sekitar kebun.
Andy membudidayakan beragam sayuran di dalam rumah tanam. Saat ini terdapat 12 rumah tanam. Lima rumah tanam berukuran 9 m x 35 m terdiri atas sekitar 50 bedeng berukuran 1 m x 7 m. Sementara tujuh rumah tanam lain berukuran 9,3 m x 50 m dengan 100 bedeng berukuran 1 m x 8 m.
Andy membudidayakan sayuran secara organik. Kebun itu telah mengantongi akta organik dari lembaga sertifikasi organik bertaraf internasional. Wajar bila produk sayuran yang diberi merek Arsita Montana itu masuk ke pasar swalayan langsung di Jakarta. “Kami memilih sayuran langsung karena keterbatasan lahan dan ingin menghasilkan produk berkualitas,” ujar Andy. (Riefza Vebriansyah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar