Tampilkan postingan dengan label Hidroponik bertingkat. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hidroponik bertingkat. Tampilkan semua postingan

Senin, 16 Oktober 2017

Perda sari dewi : Sukses bertanam hidroponik bertingkat

Sukses bertanam hidroponik bertingkat

Pemanfaatan lahan sempit untuk budidaya sayuran hidroponik bertingkat menjadi pilihan sempurna alasannya selain dari segi estetika hidroponik bertingkat itu bagus dipandang juga produksinya pun lebih banyak (Baca juga : Untung berlipat dari hidroponik bertingkat ). Hal ini dilakukan oleh perda sari dewi. Perda memang menjadi petani sayuran hidroponik pascagagal berlibur. Perempuan kelahiran Palembang 28 Pebruari 1978 itu membudidayakan beragam sayuran ibarat salada, kangkung, caisim, dan pakcoy dengan teknologi hidroponik bertingkat. Ia memanfaatkan halaman rumah sebagai lokasi budidaya sayuran hidroponik bertingkat. Di atas lahan 370 m2, Perda dan suami, Adie Alqodri, membuat 3 instalasi sayuran hidroponik bertingkat sistem nutrient film technique (NFT) pada medio 2014. Tiga instalasi itu berbentuk segitiga dengan masing-masing jarak antarkaki 1,5 m dan panjang pipa 12 m. “Pipa dibuat 5 tingkat kanan-kiri dan 1 pipa di tengah atas. Kaprikornus total ada 11 pipa per instalasi,” kata Adie.

Hidroponik bertingkat dipilih alasannya halaman rumah kami sempit, dengan bertingkat produksi mampu lebih banyak alasannya lubang tanam kan banyak, dan dari segi estetika hidroponik bertingkat itu bagus dipandang,” kata Adie. 

Total 3 instalasi berbiaya Rp15-juta itu memiliki 2.000 lubang tanam. Dari instalasi itu Perda rutin panen 200 kg sayuran. Dari sumber itu 150 kg masuk ke pasar modern dan sisanya dijajakan ke pasar tradisional. Total biaya operasional 3 instalasi hidroponik itu Rp1-juta per siklus tanam sekitar 30 hari. Untuk buka pasar modern, “Kami menemui administrasi pasar swalayan dengan membawa sampel sayuran hidroponik,” kata Adie.

budidaya sayuran sistem hidrponik bertingkat
Memiliki 5 instalasi hidroponik bertingkat dengan total 3.300 lubang tanam

Beruntung pasar swalayan di Palembang itu sedang mencari pemasok lokal sayuran hidroponik. Maklum, selama ini, “Banyak sayuran di Palembang berasal dari tempat lain, bahkan dari provinsi lain,” kata Perda. Perda merupakan pioner pemasok sayuran hidroponik lokal ke pasar modern di Palembang. Padahal, semula beliau dan suami memasarkan sayuran ke pasar tradisional.

“Ketika itu saya bawa semua hasil panen sayuran ke pasar. Saya tawarkan kepada satu per satu pedagang sayuran di sana. Mereka banyak yang mau tapi harga yang ditawarkan rendah,” kata Adie. Untuk pasar modern Perda mengemas sayuran dalam plastik transparan. Satu kemasan berbobot 250 gram berisi 2—3 tanaman. Harganya, Rp20.000—Rp25.000 per kg. Artinya, Perda meraih omzet minimal Rp200.000 per hari setara Rp3-juta per bulan.

Meski berhasil menembus pasar modern, Perda dan Adie tetap tidak melupakan pasar tradisional. “Kami tetap menjual sayuran hidroponik ke pasar tradisional alasannya pasar pertama kami. Lagi pula sayuran yang tidak masuk ke pasar modern masih mampu dijual ke pasar tradisional,” kata Adie.

hidroponik sistem sumbu
Awalnya menanam sayuran hidroponik sistem sumbu di 30 boks stirofoam

Pasar modern menghendaki sayuran hidroponik yang mulus, tanpa gerekan serangga, dan berukuran seragam. Perda memasarkan sayuran yang tidak memenuhi standar kualitas itu ke pasar tradisional. Menurut Adie Alqodri pedagang di pasar tradisional belum membedakan sayuran hidroponik dan konvensional. “Mereka hanya melihat penampilan sayuran. Kalau segar dan bagus sayuran dibeli dengan harga sedikit lebih mahal dibandingkan rata-rata. Spesifikasi lain ibarat bobot dan ukuran sayuran tidak mereka perhitungkan,” kata Adie.

Oleh alasannya itu harga jual sayuran hidroponik di pasar tradisional pun lebih rendah dibandingkan pasar modern. Perda menjual caisim dan kangkung Rp7.000—8.000 per kg di pasar tradisional. Sementara harga kangkung di pasar modern Rp14.000 per kg. “Meski harga jual di pasar tradisional lebih rendah 2 kali lipat dari pasar modern, tapi masih menguntungkan,” katanya.
Perda menjual 6 kg sayuran ke pasar tradisional per 2 hari. Artinya Perda memperoleh pemanis pendapatan sekitar Rp675.000 per bulan. Jika omzet penjualan sayuran di kedua pasar dijumlah, pendapatan alumnus Universitas Sriwijaya itu setiap bulan Rp3,6-juta. Omzet itu bakal kian besar alasannya permintaan juga terus meningkat.

pemasaran sayuran hidroponik ke pasar swalayan

“Permintaan tinggi, 2 kali lipat dari kapasitas produksi sekarang,” kata Perda. Oleh alasannya itu beliau pun membangun 2 instalasi hidroponik bertingkat baru. “Dengan begitu ada penambahan produksi sekitar 120 kg di bulan depan,” ujarnya.

Perawatan sayuran hidroponik masih mereka tangani sendiri. “Tidak terlalu repot kok. Biasanya selepas sholat Subuh saya mengecek kondisi nutrisi dan sayuran. Paling setengah jam sudah beres,” kata Adie. Karena panen setiap hari, penyemaian benih pun dilakukan setiap hari. “Semai setiap hari sambil nonton televisi. Dilakukan berdua saja dengan istri jadi suasana rumah tangga kian bersahabat dan kompak,” kata Adie. 

Tren sistem budidaya hidroponik dari tahun ke tahun

Sistem budidaya tanaman tanpa tanah atau dikenal dengan hidroponik diperkenalkan pertama kali oleh Bob sadino dan dari tahun ke tahun tren hidroponik ini semakin menarik untuk di ikuti perkembangannya serta pengelolaan, sistem dan medianya pun mengikuti perkembangan zaman, Berikut ini tren sistem budidaya hidroponik dari tahun ke tahun yang mampu anda simak

Tren sistem budidaya hidroponik dari tahun ke tahun

Tren Sistem Hidroponik Tahun 1982

  • Sistem budidaya tanpa tanah mulai diperkenalkan di Indonesia oleh Bob Sadino.
  • Tanaman yang dibudidayakan terung, tomat, dan selada.
  • Menggunakan hidroponik substrat dengan media pasir.
  • Pasir yang biasa digunakan yaitu pasir pantai dan pasir sungai.


Tren Sistem Hidroponik Tahun 1984

  • Budidaya hidroponik substrat digunakan untuk tanaman hias dan tanaman buah.
  • Diperkenalkan media perlit, kerikil apung, tumbukan bata dan genting.
  • Diperkenalkan model hidroponik sistem sumbu dan sistem infus.

Tren Sistem Hidroponik Tahun 1989

  • Masih tren hidroponik substrat.
  • Diperkenalkan spons sebagai media. hidroponik tanaman hias.
  • Tanaman hias yang biasa dibudidayakan dengan hidroponik yaitu: ficus, sanseviera dan aglaonema.

Tren Sistem Hidroponik Tahun 1991

  • Hidroponik untuk komersial dilakukan Tatang Hadinata di dalam greenhouse beratap plastik UV, dinding kasa nilon, dan beralaskan semen.
  • Menggunakan model hidroponik irigasi tetes dengan media arang sekam.
  • Diperkenalkan media zeolit.

Tren Sistem Hidroponik Tahun 1995


  • Budidaya hidroponik kian digandrungi untuk menanam sayuran dan tanaman buah
  • Muncul pupuk A&B mix

Baca Juga : Cara membuat Pupuk Hidroponik

  • Menggunakan media rockwool.
  • Rockwool yaitu materi nonorganik dari batuan yang dilelehkan. Hasilnya berupa sejenis fiber berongga.


Tren sistem budidaya hidroponik dari tahun ke tahun

Tren Sistem Hidroponik Tahun 1998

  • Pekebun hidroponik di Jawa Barat dan Jawa Timur menggunakan sistem nutrient film technique (NFT) dengan talang.
  • NFT menimbulkan akar tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi secara terus-menerus.

Tren Sistem Hidroponik Tahun 2001

  • Muncul hidroponik sistem ebb & flow—cikal bakal deep flow technique (DFT) temuan Sudibyo Karsono.
  • Ebb & flow atau pasang surut umumnya menggunakan timer.


Tren Sistem Hidroponik Tahun 2002

  • Muncul hidroponik sistem deep pond floating raft alias rakit apung.
  • Diperkenalkan pula hidroponik 2 tingkat untuk sayuran daun.
  • Rakit apung menggunakan pinjaman airstone untuk memasok oksigen ke tanaman.

Baca Juga : Teknik rakit apung menghemat ongkos produksi sayuran hidroponik


Tren Sistem Hidroponik Tahun 2012

  • Ir Kunto Herwibowo memperkenalkan pertama kali budidaya hidroponik sayuran daun tanpa greenhouse.
  • Menggunakan sistem NFT dengan talang sebagai wadah tanam.


Tren Sistem Hidroponik Tahun 2013

  • Tren hidroponik tanpa atap
  • Muncul banyak sekali model hidroponik skala pehobi
  • Penggunaan pipa PVC sebagai wadah tanam budidaya hidroponik NFT di Marunda, Jakarta dan Bandung, Jawa Barat

Baca Juga : Model Hidroponik talang trapesium cegah daun terbakar



Tren Sistem Hidroponik Tahun 2014

  • Tren hidroponik bertingkat tanpa atap

Baca Juga : Untung berlipat dari Hidroponik bertingkat

  • Berbagai model hidroponik bertingkat diperkenalkan. Instalasi hidroponik ada yang tipe A, S, dan sejajar ke atas. Tinggi tingkat mampu mencapai 8 level ( Baca Juga : Sukses Hidroponik Bertingkat

Kunci sukses budidaya hidroponik bertingkat

Pertama kali berkebun hidroponik pada 2012, Very Wijaya eksklusif memilih instalasi model bertingkat. Pehobi di Medan, Provinsi Sumatera Utara, itu memiliki sebuah instalasi hidroponik nutrient film technique (NFT) model bertingkat berkapasitas 300 tanaman. Ia menyusunnya menjadi 6 tingkat, sehingga setiap tingkat terdiri atas 50 lubang tanam. Jarak antarlubang tanam 17—20 cm.
Kunci sukses budidaya hidroponik bertingkat

Menurut andal hidroponik dari Institut Pertanian Bogor, Dr Ir Anas Dinurrohman Susila MSi, membudidayakan sayuran hidroponik model bertingkat tergolong sulit dan ruwet dibandingkan model datar. “Pekebun mesti mengatur jarak antar wadah adegan atas dengan di bawahnya, membuat derajat kemiringan instalasi secara keseluruhan, memilih jenis sayuran yang cocok, mengatur tingkat ketinggian instalasi semoga mudah dalam perawatan dan pemanenan,” ujar Anas.
Utara selatan

Very memperhatikan betul syarat-syarat itu—jarak tanam, derajat kemiringan, ketinggian instalasi. “Jarak antar lubang mampu menyesuaikan jenis sayuran yang dibudidayakan, semakin lebar sayurannya, lebar juga jarak tanamnya,” ujar Very. Profesi sebagai guru Fisika sangat membantu Very untuk memecahkan kesulitan-kesulitan berkebun hidroponik bertingkat.

Very menempatkan rak hidroponik bertingkat tanpa naungan itu membujur dari utara ke selatan. Alasannya, “Penempatan itu semoga semua tanaman mendapat sinar matahari yang optimal dari pagi, siang hingga sore. Sebab, matahari terbit dari timur ke barat,” ujar ketua Komunitas Belajar Bareng Hidroponik (BBH) wilayah Medan itu. Menurut Very sinar matahari kebutuhan utama tanaman untuk memproduksi makanan melalui proses fotosintesis dan itu sama saja antara menanam tanaman di tanah dengan di air.

Untuk memaksimalkan perembesan sinar matahari, Very menata 6 pipa dari atas ke bawah secara menyerong. Kemiringan rak kawasan pipa itu menumpuk 45 derajat. “Semua tanaman baik yang di pipa atas maupun di pipa bawah mendapat sinar matahari maksimal,” ujar Very. Sementara untuk memaksimalkan perembesan nutrisi, Very memiringkan setiap pipa yang ia gunakan untuk wadah tanaman.

“Tingkat kemiringan per meter pipa 5 cm,” ujarnya. Tujuannya semoga media air terus mengalir dari sisi kanan ke kiri dan semua tanaman mendapat nutrisi yang cukup. Model instalasi hidroponik bertingkat milik Very ialah tipe S. Di kalangan pehobi, model hidroponik bertingkat ada dua tipe. Pertama tipe pisah atau instalasi yang wadah atas dengan adegan bawah tak terhubung secara eksklusif alias terpisah. Sementara, tipe kedua ialah model S atau instalasi hidroponik bertingkat yang wadah atas dengan wadah adegan bawah tersambung.

Jenis tanaman
Menurut pakar hidroponik di Jakarta, Ir Yos Sutiyoso, keunggulan model terpisah ialah petani lebih mudah mengatur nutrisi untuk masing-masing tanaman. “Kita mampu mengatur sesuka hati jumlah nutrisi yang keluar tiap menit pada masing-masing wadah, kalau model S pengaturannya secara menyeluruh atau per instalasi sehingga kerap ditemui kondisi sayuran di wadah atas lebih subur dibanding wadah adegan bawah,” ujar Yos.

Keunggulan lain tipe pisah ialah tingkat efisiensi penggunaan nutrisi yang optimal. “Bila dalam satu instalasi ada 6 tingkat, sementara kita hanya ingin mengisinya 2 atau 3 tingkat, kita mampu menutup kran nutrisi di tingkat yang tak terisi tanaman. Sementara kalau model S, semua tingkat akan teraliri nutrisi, termasuk adegan yang tak terisi tanaman, dan itu menjadi sia-sia,” ujar Yos.

Keunggulan dari model S ialah pengaturannya yang lebih praktis. Hanya sekali buka, semua tanaman akan teraliri nutrisi. Model itu banyak dipakai pehobi hidroponik pemula. “Sistemnya lebih simpel,” ujar Yos. Untuk mengatasi tanaman yang kerap kurang subur di wadah paling bawah, Yos menyarankan untuk meningkatkan nutrisi melalui pengaturan flowrate atau besarnya curah per liter per menit.

Baca Juga : Tren sistem budidaya hidroponik dari tahun ke tahun

“Jika biasanya flowrate 1 liter per menit, mampu ditingkatkan menjadi 2 liter per menit. Harapannya, tanaman di tingkat bawah masih menerima nutrisi yang cukup,” ujar Yos. Selain model instalasi, untuk membudidayakan hidroponik bertingkat, menurut Anas Dinurrohman Susila juga penting memperhatikan jenis sayuran yang akan ditanam. “Jika tujuannya hanya untuk mempercantik halaman rumah, maka jenis sayurannya berbeda dengan yang ada nilai bisnisnya,” ujarnya. Dua motif itu memaksa pehobi harus rajin mempelajari huruf jenis-jenis sayuran hidroponik.

Baca Juga : Kisah sukses perda sari dewi hidroponik bertingkat

Bila yang diinginkan ialah estetis, maka pekebun mampu memilih sayuran yang cenderung besar dan berwarna cantik, tujuannya untuk menutupi talang atau pipa yang digunakan sebagai wadah dalam instalasi hidroponik bertingkat. “Kalau tanaman besar maka mampu menutupi wadah yang penampakannya mengurangi nilai estetis,” kata Anas. Contohnya ialah pakchoy dan kelompok selada berukuran besar ibarat selada keriting.

Namun, kalau ingin menambahkan nilai bisnis atau keuntungan, pemilihan tanaman didasarkan dari kondisi pasar. “Pilih yang keuntangannya besar dan pasarnya luas. Sehingga menanam sayuran itu dapat dijadikan bisnis,” kata kepala University Farm Institut Pertanian Bogor itu. Pekebun dapat memilih sayuran yang disukai pasar dan menguntungkan dengan lokasi berhidroponik. Budidaya hidroponik bertingkat tak lagi merepotkan malah menguntungan.

Desain unik gabungan hidroponik dan vertikultur

Desain unik gabungan hidroponik dan vertikultur

Inspirasi itu datang tiba-tiba dikala Kunto Herwibowo di dalam bus kota di Jalan Thamrin, Jakarta. Tepat di Bundaran Hotel Indonesia (HI) ia melihat air mancur mengucur deras, dari tengah bulat menuju segala penjuru. Air mancur di bak bergaris tengah 100 meter itu menginspirasi Kunto untuk membuat hidroponik baru. Eureka! Sebuah desain gres memadukan teknik hidroponik dan vertikultur lahir.

Bersama rekan, Ahmad Fa’i dan Ye’en, Kunto memadupadankan pipa-pipa polivinil klorida (PVC) sebagai wadah tanaman. Uniknya, pipa PVC tidak diletakkan secara horizontal ibarat pada hidroponik umumnya, tetapi vertikal. Kemudian Kunto menyambung pipa PVC itu dengan drum berkapasitas 50 liter di episode bawah. Di tengah pipa, ayah 3 anak itu meletakkan pipa kecil berdiameter 3,4 cm yang berfungsi sebagai penghantar air.
Hemat lahan

Desain gres itu mengombinasikan cara bertanam sayuran secara hidroponik dan vertikultur. Singkatnya disebut model hidroponik vertikultur. “Prinsip kerjanya (hidroponik vertikultur, red) ibarat air mancur,” ujar Kunto. Pompa di dalam drum akan memompa larutan nutrisi melalui pipa kecil dari drum hingga pipa episode atas. Sesampai di puncak, air memancar dan berpencar ke bawah. Pancuran air itu akan mengenai akar tanaman sehingga dapat diserap untuk pertumbuhan tanaman.

Selain itu desain hidroponik vertikultur itu sangat efisien dalam penggunaan lahan. Di lahan seluas 30 cm x 30 cm Kunto dapat menanam 48 sayuran. Bandingkan dengan hidroponik biasa dengan talang horizontal yang membutuhkan lahan 2 m x 1 m untuk menanam sayuran dengan jumlah sama. Menurut Dr Ir Anas Dinurrohman Susila MSi, anggota staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, vertikultur atau vertical culture menjadi solusi bagi keterbatasan tempat. “Dengan vertikultur, halaman rumah yang sempit pun bisa produktif menghasilkan sayuran,” ujar Anas.

Desain unik gabungan hidroponik dan vertikultur

Kelebihan lain hidroponik vertikal ialah hemat nutrisi. Kunto mengisi drum dengan larutan nutrisi sebanyak 30 liter. “Itu untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman selama dua bulan,” katanya. Desain pipa dan drum tertutup sehingga air hujan tidak bisa masuk. Dengan begitu larutan nutrisi aman dari kontaminasi air hujan. Air hujan yang merembas masuk ke pipa akan mengurangi elektro conductivity (EC) larutan nutrisi. Jika itu terjadi, pertumbuhan tanaman terganggu, ibarat kerdil bahkan mati.

Dengan gaya gravitasi, air yang dipompa ke atas akan jatuh, mengalir ke ke bawah. Itu membuat kandungan oksigen dalam air meningkat. “Akar tanaman membutuhkan oksigen untuk pertumbuhan. Jika kebutuhan oksigen terpenuhi maka akar menyerap nutrisi lebih banyak,” kata pakar hidroponik di Jakarta, Ir Yos Sutiyoso. Hasilnya, panen selada pun lebih cepat 1—2 hari dibanding hidroponik talang horizontal. Pehobi senang alasannya lebih cepat mendapat sayuran segar. “Biasanya untuk masak sehari-hari atau dijual di lingkungan sekitar,” ujar Kunto.

Pipa bertingkat

Hidroponik Air Mancur

Teknik hidroponik vertikultur ala Kunto mengingatkan pada teknik serupa yang diterapkan Frank Fendler.  Pehidroponik di Philadelphia, negara episode Pennsylvania, Amerika Serikat, itu menerapkan teknik hidroponik vertikal di greenhouse 3.000 m2. Ia menanam selada boston menggunakan 140 pipa vertikultur berisi 64 tanaman. Bedanya pada sistem pengairan. Air mengandung nutrisi mengalir dari pipa di luar pipa tanam, ke dalam. Di dalam pipa tanam, air mengalir dari atas ke bawah mengenai akar tanaman. Frank menerapkan teknik ala Kunto pada penanaman tomat dan kol.

Selain Kunto, Bertha Suranto di Jakarta Timur juga membuat hidroponik secara vertikultur. Bedanya, Bertha melaksanakan hidroponik biasa—dengan pipa PVC di letakkan secara horizontal—tetapi pipa disusun secara bertingkat. Cara penanaman ibarat itu juga efektif dalam penghematan lahan. Bertha membuat model hidroponik bertingkat 3 setinggi 1,5 meter. Jarak antartingkat 10—30 cm. Ibu tiga anak itu menyusun 6 buah pipa PVC berdiameter 4 cm sepanjang 1,5 m secara horizontal.

Di setiap pipa terdapat 9 lubang dengan jarak antarlubang 15 cm. Lubang-lubang itulah yang menjadi kawasan meletakkan “pot” untuk menanam caisim, pakchoy, dan selada. Keenam pipa itu terhubung satu sama lain dengan pipa pengalir nutrisi. Sementara di episode atas terdapat atap plastik yang berfungsi sebagai penaung. Bertha menyiapkan kontainer berukuran 60 cm x 40 cm x 40 cm di episode bawah sebagai tandon penampung nutrisi dan pompa air. Pompa air itulah yang bertugas mengalirkan nutrisi dari tandon ke pipa teratas. Bertha menyusun pipa dengan kemiringan 150 sehingga air bisa mengalir ke pipa di bawahnya. Air nutrisi lalu masuk ke tandon untuk didinginkan dan dialirkan kembali.

Menurut Bertha, hidroponik cocok bagi pehobi yang senang bercocok tanam tapi enggan bersentuhan dengan tanah. “Saya bisa menanam, memupuk, merawat, dan memanen tanaman tanpa harus belepotan tanah,” katanya. Pehidroponik di Jakarta Timur itu hobi berkebun, tapi takut cacing yang notabene menjadi penyubur lahan. Dengan mengadopsi teknologi hidroponik, hambatan itu tersingkir. Sebab, teknologi itu memang tanpa tanah, tetapi memanfaatkan air atau media nontanah. Kini dengan dibuat vertikal, hidroponik kian cocok untuk lahan sempit.